(KEPALA SDN TAJAU LANDUNG 2)
“Guru” siapa yang tidak
kenal ? Sosok yang digugu dan ditiru kini semakin popular terutama setelah pemberlakuan Undang-undang no. 14 th 2005
tentang Guru dan Dosen yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah no. 74 th
2008 sebagai Tenaga Profesional yang berhak menerima “tunjangan profesi Guru”
berdasarkan persyaratan tertentu.
Disatu
sisi pemberlakuan undang-undang ini seperti oase di padang pasir yang
gersang. Karena telah lama para Guru yang sejatinya adalah “pahlawan
pendidikan” ini hidup dalam kesejahteraan yang memprihatinkan sampai-sampai
musisi ternama negeri ini “Iwan Fals” dengan lagu “Oemar Bakri” nya menjadi
gambaran keadaan guru di masa lalu. Tetapi tidak sedikit yang mempertanyakan
layakkah kebijakan ini diberlakukan , melihat kondisi pendidikan saat ini yang
banyak dinilai oleh berbagai kalangan tidak menunjukkan adanya perkembangan
signifikan kearah yang lebih baik. Bahkan ada yang mengatakan pendidikan
sekarang gagal dalam mencapai tujuan berdasarkan undang-undang. Indikator kegagalan ini terlihat dari
pencapaian prestasi akademik yang tidak menunjukkan adanya peningkatan signifikan
melalui hasil Ujian Nasional. Juga adanya kemerosotan nilai-nilai moral di
kalangan siswa usia sekolah dikarenakan banyaknya tawuran pelajar, adanya geng hitam
di sekolah atau pelajar yang sudah terlibat seks bebas dan banyak lagi realitas yang mengkhawatirkan tentang para
generasi muda ini. Dan hal yang tidak terelakkan adalah “Guru” menjadi orang
yang dianggap bertanggungjawab terhadap kondisi ini. Walaupun asumsi ini tidak sepenuhnya
benar. Karena banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan, diantaranya adalah peran orangtua
dan masyarakat atau lingkungan dimana siswa tinggal dan bergaul.
Untuk mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan oleh
Pemerintah atau bangsa Indonesia secara keseluruhan perlu adanya pendidikan
yang berkualitas/bermutu. Pendidikan yang berkualitas/bermutu jika sumber
dayanya dalam hal ini guru/pendidik juga bermutu. Ungkapan Guru yang bermutu
agar Pendidikan bermutu pun tidaklah salah. Karena apapun alasannya Guru adalah
ujung tombak pembelajaran di sekolah. Semakin bermutu Guru semakin besar kemungkinan keberhasilan pendidikan
akan tercapai. Demikian pula sebaliknya.
“ Sebaik apapun kurikulum, jika tidak dibarengi guru yang berkualitas, maka
semuanya akan sia-sia. Sebaliknya kurikulum yang kurang baik tetapi ditopang
oleh guru yang berkualitas hasilnya akan baik” (Fuad Hasan, mantan Mendikbud).
Drs.
Muh. Ilyas Ismail dalam bukunya Ilmu Pendidikan Teoritis menulis bahwa
“berdasarkan studi yang dilaksanakan oleh Balitbang Depdiknas “ , dikemukakan
bahwa Guru yang bermutu diukur dari 5 (lima) faktor, yaitu :
1. Kemampuan professional guru
2. Upaya professional guru
3. Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan
professional
4. Kesesuaian antara keahlian dan
pekerjaannya
5. Penghasilan dan kesejahteraan yang
dapat memelihara dan memacu peningkatan profesionalisme guru.
1. Kemampuan Profesional Kemampuan
profesional adalah intelegensi, sikap dan prestasi dibidang pekerjaanya. Secara
sederhana ditunjukan dengan kemampuan menguasai materi pengajaran dan
metodologinya. Untuk mencapai kemampuan profesional, seorang guru tidak cukup
mengantongi ijazah, tetapi kemampuan belajar seumur hidup untuk memperkaya dan
memutakhirkan kemampuannya.( Ibid). Dalam hal ini dapat dirumuskan menjadi
beberapa ciri, yaitu :
1. Menuntut adanya
keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam
bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak
kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
6. Memiliki kode etik,
sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
7. Memiliki
klien/obyek layanan yang tetap seperti dokter dengan pasiennya dan guru dengan
muridnya.
8. Diakui masyarakat
karena memang diperlukan jasanya dimasyarakat.( Drs. Moh. Uzer Usman, op.cit.,
h. 15).
Sedangkan Pusat Pengkajian Institut
Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (PPIKIP) Bandung, merumuskan 10 ciri suatu profesi keguruan
sebagai berikut:
1. Memiliki fungsi dan
signifikasi sosial.
2. Memiliki keahlian/keterampilan
tertentu.
3. Keahlian/keterampilan
dimaksud diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4. DIdasarkan atas
disiplin ilmu yang jelas.
5. Disiplin ilmu yang
dimaksud diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama.
6. Aplikasi dan sosialisasi
nilai-nilai profesional
7. Memiliki kode etik.
8. Kebebasan untuk
memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya.
9. Memiliki tanggung
jawab profesional dan otonomi, dan adanya pengakuan dari masyarakat dan imbalan
atas layanan profesinya. (Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), Cet. I, h.
191).
Sejalan dengan hal di atas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang dikenal dengan Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 1980 telah merumuskan dan mengelompokkannya atas dua dimensi umum kemampuan, yaitu:
Sejalan dengan hal di atas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang dikenal dengan Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 1980 telah merumuskan dan mengelompokkannya atas dua dimensi umum kemampuan, yaitu:
1. Kemampuan
professional yang mencakup:
a. Penguasaan materi
pelajaran, mencakup bahan yang akan diajarkan dan dasar keilmuan dari bahan
pelajaran tersebut.
b. Penguasaan landasan dan wawasan
kependidikan dan keguruan.
c. Penguasaan proses kependidikan, keguruan
dan pembelajaran siswa.
2. Kemampuan personal
yang mencakup:
a. Penampilan dan
sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan
situasi pendidikan.
b. Pemahaman dan
penghayatan serta penempilan terhadap nilai-nilai yang sepantasnya dilakukan dan
dimiliki guru.
c. Penampilan diri
sebagai panutan dan teladan bagi para siswa. (Ibid)
Dari keseluruhan ciri-ciri guru yang profesional menuju kepada guru yang berkualitas seperti yang disebutkan di atas terlihat unsur moral dan etika yang harus dimiliki guru. Pada urutan butir keenam pada cirri-ciri pertama dan butir ketujuh yang dikemukakan PPIKIP Bandung disebutkan bahwa guru harus memiliki kode etik. Sedangkan pada point kedua butir b dan c tentang ciri-ciri guru profesional yang dikemukakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980) disebutkan bahwa seorang guru harus memiliki pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya harus dimiliki, serta penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebahai tauladan dan panutan bagi para siswanya. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mewujudkan guru yang profesional yang dapat melakukan interaksi secara positif dalam kegiatan pembelajaran dengan para siswa diperlukan adanya kode etik yang berlandaskan moral agama. Pentingnya kode etik dan moral dalam interaksi dengan para siswa tersebut didasarkan pada tujuan pendidikan yang menurut Al-Qur’an tidak lain adalah untuk membina manusia seutuhnya secara pribadi dan kelompok sehingga mereka dapat menjalankan fungsinya sebagai Khalifah dan hamba Allah guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah atau dengan kata lain yang lebih singkat dan sering digunakan oleh Al-Qur’an adalah untuk bertaqwa kepada-Nya.( Dr. H. Abudin Nata, MA,h. 3) Dalam kerangka tujuan pendidikan seperti itu, maka para guru bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah dengan cara mensucikan dan mengajarkan manusia, seperti firman Allah dalam Surat al-Mulk (67) ayat:2, yang artinya : “Yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia maha perkasa lagi maha pengampun.” (QS. Al-Mulk(67) :2).
Dari keseluruhan ciri-ciri guru yang profesional menuju kepada guru yang berkualitas seperti yang disebutkan di atas terlihat unsur moral dan etika yang harus dimiliki guru. Pada urutan butir keenam pada cirri-ciri pertama dan butir ketujuh yang dikemukakan PPIKIP Bandung disebutkan bahwa guru harus memiliki kode etik. Sedangkan pada point kedua butir b dan c tentang ciri-ciri guru profesional yang dikemukakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980) disebutkan bahwa seorang guru harus memiliki pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya harus dimiliki, serta penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebahai tauladan dan panutan bagi para siswanya. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mewujudkan guru yang profesional yang dapat melakukan interaksi secara positif dalam kegiatan pembelajaran dengan para siswa diperlukan adanya kode etik yang berlandaskan moral agama. Pentingnya kode etik dan moral dalam interaksi dengan para siswa tersebut didasarkan pada tujuan pendidikan yang menurut Al-Qur’an tidak lain adalah untuk membina manusia seutuhnya secara pribadi dan kelompok sehingga mereka dapat menjalankan fungsinya sebagai Khalifah dan hamba Allah guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah atau dengan kata lain yang lebih singkat dan sering digunakan oleh Al-Qur’an adalah untuk bertaqwa kepada-Nya.( Dr. H. Abudin Nata, MA,h. 3) Dalam kerangka tujuan pendidikan seperti itu, maka para guru bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah dengan cara mensucikan dan mengajarkan manusia, seperti firman Allah dalam Surat al-Mulk (67) ayat:2, yang artinya : “Yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia maha perkasa lagi maha pengampun.” (QS. Al-Mulk(67) :2).
Mensucikan dapat diartikan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika. Tujuan pendidikan seperti ini sesuai dengan sasaran pendidikan, yaitu manusia yang memiliki unsur-unsur material (jasmani) dan inmaterial (akal dan jiwa. Pembinaan akalnya menghasilkan ilmu pengetahuan. Pembinaan terhadap jiwanya menghasilkan kesucian dan etika. Sedangkan pembinaan terhadap jasmaninya menghasilkan keterampilan dengan penggabungan unsur-unsur tersebut, terciptalah makhluk dwi dimensi dalam satu keseimbangan, dunia dan akhirat, ilmu dan iman.
b. Upaya Profesional
Upaya profesional adalah upaya seseorang
guna untuk mentransformasikan kemampuan profesional ke dalam tindakan mendidik
dan mengajar secara berhasil. Upaya profesional ini antara lain diwujudkan
dengan penguasaan keahlian dalam menyusun program pengajaran sesuai tahap
perkembangan anak, menyiapkan pengajaran, menggunakan bahan-bahan ajar,
mengelola kegiatan belajar murid dan mendiagnosa keberhasilan. Guru juga dapat
memperkaya dan meremajakan kemampuan melalui inovasi dalam mengajar, termasuk
dalam mengatasi atau membantu memecahkan kesulitan belajar anak didik. Sebagai
seorang profesional seorang guru dituntut untuk mengkaji, meneliti dan
mengevaluasi cara mengajarnya untuk tidak mengulangi kegagalan dan tetap
berhasil meningkatkan kemampuan belajar anak setiap saat.( Ace Suryadi,
loc.cit.)
Bagaimana para Guru ?
Berdasar informasi ini anda bisa mengklasifikasikan diri anda sendiri. Apakah
termasuk kategori “Guru yang bermutu” atau belum? Jika anda cerminan Guru yang
bermutu, selamat. Tetapi jika belum berupayalah untuk mencapainya. Agar anda bisa
menjadi kebanggaan siapapun.
Mengispirasi sekali sukses 👍
BalasHapus