Rabu, 25 Februari 2015

“ GURU YANG BERMUTU” APAKAH CIRINYA?

OLEH : RAIHANAH
(KEPALA SDN TAJAU LANDUNG 2)

“Guru” siapa yang tidak kenal ? Sosok yang digugu dan ditiru kini semakin popular terutama setelah  pemberlakuan Undang-undang no. 14 th 2005 tentang Guru dan Dosen yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah no. 74 th 2008 sebagai Tenaga Profesional yang berhak menerima “tunjangan profesi Guru” berdasarkan persyaratan tertentu.   
Disatu  sisi pemberlakuan undang-undang ini seperti oase di padang pasir yang gersang. Karena telah lama para Guru yang sejatinya adalah “pahlawan pendidikan” ini hidup dalam kesejahteraan yang memprihatinkan sampai-sampai musisi ternama negeri ini “Iwan Fals” dengan lagu “Oemar Bakri” nya menjadi gambaran keadaan guru di masa lalu. Tetapi tidak sedikit yang mempertanyakan layakkah kebijakan ini diberlakukan , melihat kondisi pendidikan saat ini yang banyak dinilai oleh berbagai kalangan tidak menunjukkan adanya perkembangan signifikan kearah yang lebih baik. Bahkan ada yang mengatakan pendidikan sekarang gagal dalam mencapai tujuan berdasarkan undang-undang.  Indikator kegagalan ini terlihat dari pencapaian prestasi akademik yang tidak menunjukkan adanya peningkatan signifikan melalui hasil Ujian Nasional. Juga adanya kemerosotan nilai-nilai moral di kalangan siswa usia sekolah dikarenakan banyaknya tawuran pelajar, adanya geng hitam di sekolah atau pelajar yang sudah terlibat seks bebas dan banyak lagi  realitas yang mengkhawatirkan tentang para generasi muda ini. Dan hal yang tidak terelakkan adalah “Guru” menjadi orang yang dianggap bertanggungjawab terhadap kondisi ini. Walaupun asumsi ini tidak sepenuhnya benar. Karena banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan  pendidikan, diantaranya adalah peran orangtua dan masyarakat atau lingkungan dimana siswa tinggal dan bergaul.
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan  oleh Pemerintah atau bangsa Indonesia secara keseluruhan perlu adanya pendidikan yang berkualitas/bermutu. Pendidikan yang berkualitas/bermutu jika sumber dayanya dalam hal ini guru/pendidik juga bermutu. Ungkapan Guru yang bermutu agar Pendidikan bermutu pun tidaklah salah. Karena apapun alasannya Guru adalah ujung tombak pembelajaran di sekolah. Semakin bermutu Guru  semakin besar kemungkinan keberhasilan pendidikan akan  tercapai. Demikian pula sebaliknya. “ Sebaik apapun kurikulum, jika tidak dibarengi guru yang berkualitas, maka semuanya akan sia-sia. Sebaliknya kurikulum yang kurang baik tetapi ditopang oleh guru yang berkualitas hasilnya akan baik” (Fuad Hasan, mantan Mendikbud).
                Drs. Muh. Ilyas Ismail dalam bukunya Ilmu Pendidikan Teoritis menulis bahwa “berdasarkan studi yang dilaksanakan oleh Balitbang Depdiknas “ , dikemukakan bahwa Guru yang bermutu diukur dari 5 (lima) faktor, yaitu :
1.       Kemampuan professional guru
2.       Upaya professional guru
3.       Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan professional
4.       Kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya
5.       Penghasilan dan kesejahteraan yang dapat memelihara dan memacu peningkatan profesionalisme guru.
1.   Kemampuan Profesional  Kemampuan profesional adalah intelegensi, sikap dan prestasi dibidang pekerjaanya. Secara sederhana ditunjukan dengan kemampuan menguasai materi pengajaran dan metodologinya. Untuk mencapai kemampuan profesional, seorang guru tidak cukup mengantongi ijazah, tetapi kemampuan belajar seumur hidup untuk memperkaya dan memutakhirkan kemampuannya.( Ibid). Dalam hal ini dapat dirumuskan menjadi beberapa ciri, yaitu :
1.   Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.    Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.    Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4.    Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
5.    Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
6.   Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
7.   Memiliki klien/obyek layanan yang tetap seperti dokter dengan pasiennya dan guru dengan muridnya.
8.   Diakui masyarakat karena memang diperlukan jasanya dimasyarakat.( Drs. Moh. Uzer Usman, op.cit., h. 15).
Sedangkan Pusat Pengkajian Institut Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (PPIKIP) Bandung, merumuskan 10 ciri suatu profesi keguruan sebagai berikut:
1.   Memiliki fungsi dan signifikasi sosial.
2.   Memiliki keahlian/keterampilan tertentu.
3.   Keahlian/keterampilan dimaksud diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4.   DIdasarkan atas disiplin ilmu yang jelas.
5.   Disiplin ilmu yang dimaksud diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama.
6.   Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional
7.   Memiliki kode etik.
8.   Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya.
9.   Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi, dan adanya pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya. (Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), Cet. I, h. 191).
Sejalan dengan hal di atas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang dikenal dengan Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 1980 telah merumuskan dan
mengelompokkannya atas dua dimensi umum kemampuan, yaitu:
1.   Kemampuan professional yang mencakup:
a.   Penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang akan diajarkan dan dasar keilmuan dari bahan pelajaran tersebut.
b.    Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
c.   Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
2.   Kemampuan personal yang mencakup:
a.   Penampilan dan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.
b.   Pemahaman dan penghayatan serta penempilan terhadap nilai-nilai yang sepantasnya dilakukan dan dimiliki guru.
c.    Penampilan diri sebagai panutan dan teladan bagi para siswa. (Ibid)
Dari keseluruhan ciri-ciri guru yang profesional menuju kepada guru yang berkualitas seperti yang disebutkan di atas terlihat unsur moral dan etika yang harus dimiliki guru. Pada urutan butir keenam pada cirri-ciri pertama dan butir ketujuh yang dikemukakan PPIKIP Bandung disebutkan bahwa guru harus memiliki kode etik. Sedangkan pada point kedua butir b dan c tentang ciri-ciri guru profesional yang dikemukakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980) disebutkan bahwa seorang guru harus memiliki pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya harus dimiliki, serta penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebahai tauladan dan panutan bagi para siswanya. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mewujudkan guru yang profesional yang dapat melakukan interaksi secara positif dalam kegiatan pembelajaran dengan para siswa diperlukan adanya kode etik yang berlandaskan moral agama.
 Pentingnya kode etik dan moral dalam interaksi dengan para siswa tersebut didasarkan pada tujuan pendidikan yang menurut Al-Qur’an tidak lain adalah untuk membina manusia seutuhnya secara pribadi dan kelompok sehingga mereka dapat menjalankan fungsinya sebagai Khalifah dan hamba Allah guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah atau dengan kata lain yang lebih singkat dan sering digunakan oleh Al-Qur’an adalah untuk bertaqwa kepada-Nya.( Dr. H. Abudin Nata, MA,h. 3) Dalam kerangka tujuan pendidikan seperti itu, maka para guru bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah dengan cara mensucikan dan mengajarkan manusia, seperti firman Allah dalam Surat al-Mulk (67) ayat:2, yang artinya : “Yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia maha perkasa lagi maha pengampun.” (QS. Al-Mulk(67) :2).

Mensucikan dapat diartikan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika. Tujuan pendidikan seperti ini sesuai dengan sasaran pendidikan, yaitu manusia yang memiliki unsur-unsur material (jasmani) dan inmaterial (akal dan jiwa. Pembinaan akalnya menghasilkan ilmu pengetahuan. Pembinaan terhadap jiwanya menghasilkan kesucian dan etika. Sedangkan pembinaan terhadap jasmaninya menghasilkan keterampilan dengan penggabungan unsur-unsur tersebut, terciptalah makhluk dwi dimensi dalam  satu keseimbangan, dunia dan akhirat, ilmu dan iman.
b.  Upaya Profesional
Upaya profesional adalah upaya seseorang guna untuk mentransformasikan kemampuan profesional ke dalam tindakan mendidik dan mengajar secara berhasil. Upaya profesional ini antara lain diwujudkan dengan penguasaan keahlian dalam menyusun program pengajaran sesuai tahap perkembangan anak, menyiapkan pengajaran, menggunakan bahan-bahan ajar, mengelola kegiatan belajar murid dan mendiagnosa keberhasilan. Guru juga dapat memperkaya dan meremajakan kemampuan melalui inovasi dalam mengajar, termasuk dalam mengatasi atau membantu memecahkan kesulitan belajar anak didik. Sebagai seorang profesional seorang guru dituntut untuk mengkaji, meneliti dan mengevaluasi cara mengajarnya untuk tidak mengulangi kegagalan dan tetap berhasil meningkatkan kemampuan belajar anak setiap saat.( Ace Suryadi, loc.cit.)
Bagaimana para Guru ? Berdasar informasi ini anda bisa mengklasifikasikan diri anda sendiri. Apakah termasuk kategori “Guru yang bermutu” atau belum? Jika anda cerminan Guru yang bermutu, selamat. Tetapi jika belum berupayalah untuk mencapainya. Agar anda bisa menjadi kebanggaan siapapun.

1 komentar: